Praktisi Hukum Sandi Susandi. SH Mengutuk Kekerasan Dan Intimidasi Terhadap Jurnalis

0
131

penabanen.com, Pandeglang – Indonesia boleh bangga disebut negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Namun, salah satu pilar dari demokrasi, yakni pers atau media massa, belum bisa bekerja dengan bebas dan merdeka di negeri ini. Banyak yang bilang, Indonesia bukan tempat yang aman bagi tugas jurnalistik.

Ungkapan itu tentu tak berlebihan. Catatan Kuasa Hukum pers menyebutkan, ada beberapa kasus kekerasan terhadap jurnalis dalam waktu-waktu ini di tahun 2023 khususnya di wilayah Banten Sedangkan tahun lalu angkanya mencapai Ratusan kasus. Ada kecenderungan kekerasan terhadap jurnalis memperlihatkan trend meningkat.


Yang terbaru, kasus intimidasi dan diduga menghalang-halangi tugas wartawan dalam melakukan liputan atau konfirmasi,terhadap salah satu jurnalis di Angsana kecamatan Angsana kabupaten Pandeglang provinsi Banten, Jaka Somantri dari media online Mitrapolisi.com saat mau konfirmasi via WhatsApp ke salah satu kepala desa Cipinang kecamatan Angsana kabupaten Pandeglang provinsi Banten tidak lain menanyakan sebelumnya Ramainya pemberitaan dari media Radar Nusantara terkait dugaan pembangunan dana desa tahap dua tahun 2023 yang tidak sesuai juknis dan diduga tidak sesuai aturan.saat wartawan konfirmasi terhadap oknum kepala desa Cipinang malah disambut dengan kata-kata arogan dan seolah menantang duel.

Jaka Somantri mejelaskan kronologi awal kejadian ke awak media penabanten.com.
” Saya pada pukul 19:42 menerima telpon via WhatsApp dari oknum kepala desa Cipinang dengan nada tinggi dan
marah-marah ke saya tanpa alasan yang jelas bahkan mengeluarkan kata-kata jangan ikutan memberitakan desa Cipinang dan jangan ikut campur, padahal saya sebelumnya cuma menanyakan terkait adanya pemberitaan sebelumnya dari rekan media Radar Nusantara kaitan dengan anggaran dana desa, saya juga semakin bingung dikala kepala desa Cipinang (Mukra) malah mengajak ketemuan waktu itu juga dengan bahasa arogan seolah menantang saya, dia bicara jangan bawa media sama kepala desa secara pribadi mengajak ketemu untuk dialog di tengah sawah namun menurut saya sawah itu bukan tempat berdialog melainkan buat menanam padi” Terangnya.Kamis (03/08/2023)

Masih kata Jaka Somantri, setelah cekcok via telp WhatsApp kemudian selang beberapa jam kepala desa Cipinang datang ke Angsana tepatnya di jalan raya Panimbang – Munjul tepatnya dekat Alfamart Angsana disitu juga sempat ada keributan padahal disana secara kebetulan ada Kanit Intel Polsek Angsana.
” Benar saya juga tidak menyangka saya mau mendatangi Kanit Intel yang jaraknya hanya beberapa puluh meter saya tidak tau bahwa di situ sudah ada kepala desa Cipinang, belum apa-apa oknum kepala desa Cipinang ini langsung menjambak kepala saya dengan kedua tangannya sambil teriak ( Deuleu yeuh beungeut aing) “liat nih muka saya ” sambil berulang-ulang kali, kebetulan saya di temani kang Aan yang kebetulan rekan saya dari Aktivis FPR yang langsung menyaksikan bahkan kepada Aan pun Mukra mengatakan kamu diam jangan ikut campur sambil mengacungkan telunjuk tangan ke muka Aan (cicing dia ulah ikut campur)” imbuh Jaka.


Kejadian di atas sangat mengkhawatirkan.Praktisi Hukum Sandi Susandi.SH pernah komentar kemerdekaan pers di Indonesia saat ini masih dalam ancaman. Katanya, masih ada upaya pembatasan pers melalui sejumlah regulasi. Tak hanya itu, pembatasan, membatasi dan kekerasan terhadap kegiatan liputan masih kerap terjadi.

Kegiatan pers di Indonesia dilindungi oleh hukum, yaitu UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Di situ disebutkan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Dengan demikian, tindakan oknum Kepala Desa Cipinang kecamatan Angsana kabupaten Pandeglang provinsi Banten, itu telah melanggar kemerdekaan pers nasional.dan sudah jelas menghalang-halangi tugas wartawan

” Kalau saya cermati di rekam suara atau percakapan antara kepala desa Cipinang dengan rekan media dari Mitrapolisi.com yaitu kang Jaka Somantri saya menduga bahwa ada kata-kata dari kepala desa ada sebuah ancaman dan intimidasi seolah menghalangi tugas dan fungsi seorang wartawan yang hendak konfirmasi” tegasnya

Andi juga menambahkan kalau wartawan yang sedang melakukan tugas liputan si halangi dan intimidasi itu sudah sangat jelas melanggar dan tertuang dalam pasal 18 (ayat satu) undang-undang pers No 40 tahun 1999 yang menyebutkan bahwa setiap orang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah .tambahnya


Masih kata Sandi Susandi SH Kenapa aksi kekerasan terhadap jurnalis masih kerap terjadi? Pertama, Desa-desa pengguna anggaran dana desa —dalam hal ini rezim berkuasa—masih menganggap pers sebagai ancaman.

Lagi pula, di dalam negara demokrasi, setiap warga negara dijamin haknya untuk mendapatkan informasi. Warga negara juga dijamin kemerdekaannya untuk menyatakan pikiran dan pendapat secara bertanggung-jawab. Tak salah kemudian kalau Bung Hatta menyebut kemerdekaan pers, termasuk kemerdekaan menyatakan pendapat, sebagai kemerdekaan rakyat yang asli, yang tidak boleh dihilangkan dan disia-siakan. pungkasnya.

(Ron)

Tinggalkan Balasan