Penabanten.com, Pandeglang – Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK), Anggodo, Menegaskan, persoalan belum dibayarnya upah kerja masyarakat pasca pengerjaan Salvage Tongkang MDM 2, yang kandas di Perairan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), tepatnya di Blok Ciramea Semenanjung Ujung Kulon, tidak ada sangkut pautnya dengan TNUK. Lantaran, dia merasa, tugasnya bukan untuk menjaga bangkai kapal, tapi tugasnya menjaga kawasan Taman Nasional. Hal itu dikatakan dia, ketika dijumpai dikantornya, Senin, (25/11/19). Ketika itu, Anggodo di dampingi oleh salah satu staff nya, Yayus, yang nampak lebih dominan menjawab konfirmasi.
“Sebetulnya hal ini ada di Dinas Perhubungan Laut. Sampai menunjuk perusahaan Lion Marine untuk mengeluarkan bangkai tongkang yang sudah menjadi besi tua itu. Izin salvage itu dari Perhubungan Laut. Kemudian, pemenang salvage tersebut, menugaskan orang, dan mereka itu ribut di antara mereka,” jelas Anggodo, yang di amini Yayus stafnya.
“Tugas kita bukan menjaga bangkai kapal, tapi tugas kita menjaga kawasan. Nah, salahnya, mereka salvage Lion Marine ini memberikan kewenangan untuk mengambil ke beberpa kelompok, tidak konsisten dari awal. Awalnya Asep Lukman, kemudian berganti kepada Sarjono, kemudian ribut, dan ada Nirad juga disitu, kemudian mereka berantem lagi, nah kemarin yang datang kesini menghentikan bahwa kegiatan salvage itu jangan diperanjang lagi, Ashari, dia yang mengaku sebagai pemilik kapal. Untuk lebih lanjutnya, seharusnya tanyakan kepada Perhubungan Laut, mengenai prosesnya. Karena kalau kami, syarat syarat untuk pengajuan Simaksi, kan harus izin salvage segala macem lengkap, baru keluar Simaksi,” jelas anggodo dan Yayus saling menimpali pertanyaan.
Setelah Ashari datang ke TNUK pada awal November, timpal Yayus, kita sudah menegaskan kegiatan yang di Ciramea tidak bisa dilaksanakan lagi. Tidak lama kemudian, Nirad yang mengaku ngaku bangkai tongkang itu punya dia, datang ke sini. Kemudian, kami tunjukan berkas dari Ashari yang menyatakan bahwa kapal itu masih dalam sengketa. Saya sampaikan kepada Nirad pada saat itu, kalau anda tetap melakukan kegiatan bisa dipidanakan.
“Sementara, permohonan Simaksi, sampai akhir Oktober itu sudah tidak ada permohonan lagi, yang terakhir Sarjono. Sebenarnya masih ada satu lagi perpanjangan Simaksi yang terbaru, cuma itu lagi di periksa inspektorat,” kata Yayus.
Dikatakan Yayus, Anggota TNUK di Pulau Peucang, pos yang paling dekat dengan Ciramea, sudah di kasih tembusan bahwa kegiatan Salvage sampai tanggal 30 Oktober sudah tidak ada lagi, karena masih semrawut.
Baca Juga : Upah Kerja Dihutang, Warga Minta Pengusaha Salvage Bertanggung Jawab
“Maksudnya siapa pemiliknya, siapa yg melakukan, mereka masih gontok gontokan, termasuk Asep Lukman, Galih segala macem disitu ikut ribut disitu,” terang Yayus.
Selanjutnya Anggodo menjelaskan, soal Salvage ini ada indikasi permainan uang. Dimulai dari Perhubungan sana, dari mulai kapal yang narik, kenapa selalu terlepas disitu? Terus di situ ada juga pihak Asuransi, ada juga orang yang bisa membeli bangkai tongkang, itu duit di situ, sementara kita disini (TNUK-red) kita dapat sial dengan tongkang itu.
Kemudian, Yayus menimpali, setelah ada surat pernyataan Ashari ke KPLP Labuan untuk menghentikan kegiatan tongkang di Ciramea, itu sebagai dasar kami untuk menghentikan atau menolak setiap permohonan Simaksi yang datang atas nama kegiatan di Ciramea, sebelum ada kejelasan. Jadi kita pun menghentikan ini, atas dasar surat resmi dari Dinas Perhubungan Laut.
“Setelah Ashari datang memberikan surat permohonan pemberhentian kegiatan itu, Nirad kemudian datang ke TNUK menanyakan kenapa permohonan enggak bisa diperpanjang lagi. Kemudian, saya keluarkan berkasnya. Karena waktu itu saya dengan Polhut TNUK, Untung, Untung menyampaikan kepada Nirad, apabila anda tetap melakukan kegiatan itu, anda akan berurusan dengan kami, karena Kegiatan itu ilegal. Nah sekarang, Kalau saja masih ada kegiatan tersebut, kita tangkap saja orangnya, karena kita sudah melarang,” jelasnya.
Lebih lanjut Anggodo kembali menimpali, dirinya didesak oleh Galih dan Asep untuk bertanggung jawab, artinya untuk melaporkan kepada Kepolisian, namun, saya mengatakan nanti dulu, karena tongkang itu ada pemiliknya, mestinya si pemiliknya itu yang lapor polisi.
Sebenarnya kalau saya pribadi sebagai petugas Taman Nasional, timpal Yayus, serpihan tongkang sudah masuk ke laut ya sudah, tidak ada yang dirugikan kecuali lingkungan. Nah sekarang, kenapa meributkan tongkang tersebut? termasuk yang lapor kepada Wartawan, pasti ada tujuannya.
“Yang seharusnya meributkan kan pemiliknya yang sudah mengeluarkan sebesar 1,8 Milyar, ashari itu. Tapi, dia sampai sekarang diam diam saja, memang dia sudah mengusulkan pemberhentian untuk kegiatan Salvage itu, tapi tindak lanjut selanjutnya belum ada tembusan. Kalau kita sih sebenarnya silahkan aja, asal semuanya dokumen segala macemnya resmi dan ada lengkap jadi kami tinggal mengeluarkan Simaksi saja,” jelas Yayus.
“Kalau seandainya kita tidak memberikan Simaksi ini, akan menjadi bangkai itu berkarat. Cuma, karena ada permohonan dari Salvage untuk memanfaatkan besi itu. Mengenai hal ini, saya akan lapor ke pimpinan di jakarta, bahwa ini sebetulnya ada permainan antar orang orang ini, untuk supaya barang itu jadi duit. Kalau misalnya, tongkang itu satu atau dua, gak masalah, ini kan sudah berkali kali kejadian, karena ada uang disitu berjumlah besar,” papar anggodo menambahkan.
Yayus kembali menimpali, mereka pernah memberikan surat notulen pertemuan mereka antara Sarjono, Nirad dan Asep lukman, namun kita menyarankan untuk menyelesaikan dulu persoalan diantara mereka. Yang jelas selama persyaratan belum lengkap, kami tidak akan mengeluarkan Simaksi. Terlebih, setelah adanya ribut ribut ini, pengajuan yang diajukan Sarjono tidak kami tanggapi dan kami tidak akan memperpanjang Simaksi, karena ada Surat Permohonan Pemberhentian kegiatan Salvage dari KPLP dan Ashari.
“Silahkan investigsi kepada KPLP, kenapa hal ini terus terjadi. Sementara pihak mereka tidak pernah mengawal di lapangan. Padahal, seharusnya ada dua orang petugas yang mengawal kegiatan Salvage itu. Dari TNUK satu orang petugas, dan dari KPLP 1 orang. Tapi, mereka tidak pernah mengirimkan petugas ke lapangan,” tutur Yayus. (Risman).