Penabanten.com, Serang – Terkait kasus dugaan penculikan anak yang saat ini ditangani oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Cianjur, Ketua Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cianjur, Lidya Indayani Umar dikabarkan mengancam wartawan akan melaporkan kepada Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Ancaman tersebut disampaikan Lidya melalui aplikasi pesan WhatsApp kepada awak media, Jumat, 05 Februari 2021.
Sikap Lidya Indayani Umar terhadap wartawan tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak, salah satunya dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Team Operasional Penyelamatan Asset Negara Republik Indonesia (TOPAN-RI) melalui siaran persnya kepada awak media, Sabtu, 07 Februari 2021.
“Soal ancaman dari P2TP2A Cianjur yang akan lapor ke PWI terhadap Angga, wartawan dari Banten, dimana Ketua Harian P2TP2A Cianjur, Ibu Lidya mengancam akan melaporkan kepada PWI, lantaran dia merasa resah dan gelisah, seperti lagunya Obbei Messakh, karena didatangi Wartawan dan LSM dan masyarakat, dimana P2TP2A Cianjur berkantor,” kata Sekretaris TOPAN – RI, Edi Suryadi.
Edi juga menyarankan agar P2TP2A melapor juga ke Presiden terkait keresahannya tersebut.
“Bu Lidya silahkan lapor juga ke Presiden, supaya jelas siapa yang bertindak benar dan siapa yang bertindak salah. Itu pun kalau Presiden mau menanggapi laporan Ibu,” pungkasnya.
Menurut Edi, Ketua RT 006 RW 005, Pabuaran, Kelurahan Sayang, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Jabar), Aning Sunarya menyampaikan bahwa anak yang diduga diculik oleh Sofjan Jendi alias Dio itu dikabarkan berada di P2TP2A sebagaimana yang sudah diinformasikan oleh Polres Cianjur melalui Kanit PPA Satreskrim, Iptu Asep Sodikin, ternyata tidak ada.
“Jadi, oknum Polisi bernama Iptu Asep Sodikin, Kanit PPA Polres Cianjur diduga melakukan pembohongan terhadap masyarakat atau publik dengan memberikan keterangan yang berbelit-belit, dan keterangan yang tidak benar,” kata Edi.
Edi juga menganjurkan kepada P2TP2A untuk tidak menjadi sarang penyamun. Karena, kata Edi, Lembaga P2TP2A tentunya harus bersinergi dengan masyarakat.
“Informasi dari masyarakat di sekitar Sekretariat P2TP2A, bahwa kegiatannya jarang dan tidak terdeteksi oleh aparat atau RT setempat, dimana Ketua RT setempat, Aning Sunarya menyampaikan bahwa tidak pernah melapor, dan tidak pernah bersosialisasi dengan warga masyarakat sekitar, terutama warga masyarakat yang ada di sebelah maupun di belakang kantor P2TP2A,” tuturnya.
Edi menjelaskan, pihaknya sudah melakukan investugasi ke lapangan pada Jumat, 05 Februari 2021, bahwa Sekretariat P2TP2A dalam keadaan tertutup, bertembok tinggi tertutup pagar besi dirantai gembok, dan di belakang Sekretariat tersebut dipagar diteralis besi, hanya pintu yang membuka. Sementara di belakangnya ada kolam yang tentunya warga masyarakat yang ingin melihat kegiatan di dalam rumah itu pun mereka tidak bisa.
“Nah ini juga perlu disampaikan, kami dari TOPAN – RI bahwa kegiatan apa pun yang mengatasnamakan lembaga, baik itu lembaga sosial, lembaga masyarakat, yang ada di lingkungan tentunya harus melapor kepada RT setempat sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) yang baik, dan menyampaikan apa saja kegiatan yang dilakukan oleh lembaga tersebut dan mengurus segala surat ijin terkait dengan kegiatan lembaga tersebut,” jelasnya.
Apalagi, kata Edi, kegiatan P2TP2A Cianjur kerap muncul di beberapa media yang memberitakan tentang kegiatan-kegiatan sosial untuk membantu masyarakat. Akan tetapi, lembaga tersebut tidak melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang kegiatan apa yang sebenarnya dilakukan selama berada di lingkungan setempat.
“Nah, menanggapi berita yang sudah tayang beberapa waktu yang lalu, baik yang memberitakan masalah keterlibatan oknum Polisi Polres Cianjur terhadap kasus ini dan tentang kegiatan P2TP2A yang notabene kegiatan yang tidak diketahui oleh RT setempat selama beberapa tahun, maka perlu kita awasi, perlu kita monitor, karena berkaitan dengan permasalahan. Ini namanya sama saja dengan lembaga masyarakat. Jadi pekerja sosial walaupun terbentuknya berdasarkan peraturan, baik peraturan pemerintan maupun peraturan daerah,” kata Edi.
Jadi, lanjut Edi, LSM Topan RI mengusulkan kepada pengurus P2TP2A untuk secara transparan memberikan keterangan keberadaan anak yang bernama DRL.
“Kami mendesak kepada pengurus P2TP2A segara menyampaikan soal keberadaan si anak berinisial DRL sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh Polres Cianjur bahwa anak itu ada di tempat tersebut atau hanya hoax. Seandainya memang ada, buktikan dan tunjukkan kepada masyarakat, tunjukan kepada orang tuanya bahwa anak tesebut ada dan dalam keadaan sehat. Apabila tidak ada, maka sampaikan kepada kami, sampaikan kepada masyarakat, sampaikan pada orang tuanya, bahwa anak tersebut tidak ada di rumah itu. Jangan disampaikan bahwa anak tersebut ada disana. Tapi ternyata anak tersebut tidak ada disana,” tegas Edi.
“Siapa yang harus bertanggungjawab. Tentunya harus ada yang bertanggungjawab. Kalau oknum polisi bernama Asep tadi menyampaikan bahwa anak tersebut dititipkan di P2TP2A Cianjur, maka pengurus P2TP2A Cianjur harus menyampaikan secara terbuka atau menyampaikan kepada orang tuanya, atau menyampaikan kepada masyarakat, atau melalui Ketua RT bahwa ada disana, dan dibuktikan bahwa anak tersebut ada disitu. Andai kata tidak, maka kami mensomasi P2TP2A Cianjur, dan akan bertindak tegas dengan melaporkan kepada pihak hukum bahwa ada kehilangan anak yang katanya dititipkan di P2TP2A Cianjur ternyata bohong,” tutupnya. (Perwast/red)
Keterangan Foto: Sekretaris TOPAN – RI, Edi Suryadi (kanan) saat diwawancarai oleh wartawan.