Penabanten.com, Lebak – Aktivis, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kabupaten Lebak menyoroti dugaan praktik galian tanah merah ilegal di Desa Sukamanah, Kecamatan Rangkasbitung, Lebak.
Aktivitas yang beroperasi dekat Perumahan Saka Hill ini tidak hanya disinyalir tanpa izin resmi, tetapi juga diduga kuat menyalahgunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
Ironisnya, laporan yang telah dilayangkan ke Polres Lebak sejak awal Juli 2025 belum mendapat tindak lanjut, memunculkan dugaan serius adanya pembiaran oleh aparat penegak hukum.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kegiatan galian yang telah berlangsung lebih dari sebulan ini menimbulkan keresahan warga, terutama terkait kebisingan dan operasional truk yang diduga menggunakan solar subsidi.
Ketua Konsorsium, Sutisna Timor, secara tegas menyatakan kecurigaan adanya “permainan” di balik lambatnya respons kepolisian.
“Kami menduga ada oknum yang bermain.
Jika laporan ini tidak ditanggapi, kami akan secara resmi melaporkan hal ini ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri,” ujar Sutisna, memberikan peringatan keras.
Aspek hukum yang diduga dilanggar oleh pengelola galian ini meliputi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba), khususnya Pasal 158 yang mengancam penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan pidana penjara hingga 5 tahun dan denda Rp100 miliar.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) Pasal 55 juga dapat diterapkan untuk penyalahgunaan BBM subsidi, dengan sanksi pidana maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar.
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Lebak Nomor 2 Tahun 2016 juga menekankan kewajiban izin dan pengawasan pemerintah daerah terhadap setiap kegiatan pertambangan.
Pengabaian laporan masyarakat oleh aparat kepolisian merupakan pelanggaran serius terhadap Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, Pasal 10 huruf (c), yang mewajibkan anggota Polri menindaklanjuti laporan secara profesional.
Jika terbukti ada pembiaran, oknum aparat dapat menghadapi sanksi disiplin, sanksi etik oleh Divisi Propam, bahkan sanksi pidana jika terlibat dalam gratifikasi atau melindungi praktik ilegal.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Jika ada pembiaran terhadap aktivitas ilegal, itu juga bagian dari persekongkolan hukum yang harus diseret ke meja etik maupun pidana,” tegas Sutisna Timor.
Konsorsium LSM Kabupaten Lebak menuntut agar Polres Lebak segera memproses laporan dan menghentikan pembiaran, Satpol PP Kabupaten Lebak menjalankan fungsi penertiban, serta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Banten melakukan audit lingkungan dan evaluasi perizinan.
Sumber dikutip dari Antero.co