Penabanten.com, Pandeglang – Kantor Kejaksaan Negeri Pandeglang, Jum’at, (16/08/19), di Audiensi Wartawan dan Aktivis Kabupaten Pandeglang. Audiensi itu menyoal adanya dugaan penyimpangan dalam pengadaan Buku Perpustakaan Desa yang didanai Bantuan Provinsi (Banprop) tahun 2019.
Salah satu Aktivis Kabupatrn Pandeglang mengatakan, Encup Sukarna mengatakan, berkaitan dengan Pengadaan Buku Perpustakaan Desa, Kejaksaan Negeri Pandeglang harus segera melakukan pemanggilan dan penyelidikan terhadap terduga pelaku Markup dan Monopoli.
“Kejari Pandeglang harus sesegera mungkin mengambil tindakan tegas. Menyikapi persoalan ini, jangan dibiarkan. Karena, sudah jelas, nama baik lembaga Kejaksaan, tercoreng oleh oknum,” ungkap Encup.
“Marwah Kejari Pandeglang harus dijaga. Mereka kerap mengutip nama Kejari manakala melobi pihak Kades saat menawarkan penadaan buku. Segera usut tuntas,” tegasnya.
Hal senada dikatakan perwakilan Aktivis lainnya. kata dia, Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang, adalah Tim Pengawal Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D). Sudah sepatutnya, turut berperan aktif menjalankan tugasnya mengawal dan mengawasi setiap program pemerintah daerah yang ada di Kabupaten Pandeglang.
Baca Juga : Pemkab Lebak Gelar Riung Mungpulung
“Kejari Pandeglang harus berperan aktif melakukan tugasnya sebagai TP4D, untuk memeriksa dan memanggil setiap pelaksanaan program pemerintah yang diduga melanggar dan menyimpang dari aturan. Salah satunya program Pengadaan Buku Perpustakaan Desa yang didanai Banprop. Diduga, terjadi mark up harga dan dimonopoli oleh oknum pengusaha berinisial ‘WN’, asal Kota Rangkas Bitung”, ujar Yusuf Alayubi.
Masih kata dia, berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun lembaganya, “WN” merupakan konseptor dan pelaku utama yang menyutradarai pengaturan perusahaan suplayer buku untuk perpustakaan desa di Kabupaten Pandeglang.
“WN diduga selalu mencatut nama Apdesi dan menyebut dibawah kordinasi Kejari saat melobi menawarkan buku kepada para Kepala Desa. Hasilnya, banyak Kepala Desa yang merasa terintimidasi dan ketakutan, sehingga pengadaan buku perpustakaan desa pembeliannya satu pintu melalui WN,” tambahnya.
“Hasil informasi yang berhasil dihimpun dari beberapa Kepala Desa, mereka kerap menyebut pengadaan buku tersebut dikelola oleh Ikades yang telah berkoordinasi dengan lembaga hukum negara. Dan pembelian buku dari kepala desa sebesar Rp.5 juta, padahal harga yang sebenarnya dari distributor sesuai spek hanya sebesar Rp.2,5 juta,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Pandeglang, Ate Quisyini Ilyas SH, mengucapkan terima kasih atas informasi yang sudah disampaikan perihal dugaan penyimpangan pengadaan Buku Perpustakaan Desa di Kabupaten Pandeglang.
“Pertama tama, kami mengucapkan terima kasih kepada rekan- rekan atas informasinya. Untuk permasalahan pengadaan buku ini, kami mohon kepada rekan rekan kiranya memberikan waktu guna melakukan penyelidikan terlebih dulu,” ucapnya. (Risman).