Penabanten.com, Cilegon – Sebuah gudang berpagar seng di kawasan Cikuasa Atas, Jalan Alternatif belakang Hotel Merak Beach, wilayah hukum Polsek Pulomerak, Polres Cilegon, diduga kuat menjadi lokasi penimbunan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi dan bahan kimia secara ilegal. Fasilitas tersembunyi ini disebut-sebut milik seseorang berinisial GB dan diklaim masih aktif beroperasi.
Ketua Umum Peduli Sumber Daya Alam (SDA), Arif, mengungkapkan bahwa aktivitas di gudang tersebut telah berlangsung lama tanpa ada penindakan dari aparat penegak hukum.
“Keterangan warga setempat menunjukkan, hampir setiap hari terjadi aktivitas keluar-masuk mobil-mobil yang diduga melakukan ‘kencingan’ atau pengurangan muatan solar ke area gudang,” ujar Arif kepada wartawan, Sabtu (19/10/2025).
ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT
Solar dari truk dan mobil tangki itu diduga dipindahkan ke tangki berkapasitas besar di dalam area tertutup tersebut. Arif juga menyebut, informasi yang ia terima menunjukkan adanya lokasi penimbunan kedua di wilayah Lingkar Selatan, Kecamatan Cibeber.
Menurut Arif, praktik penimbunan solar bersubsidi ini tidak hanya merugikan keuangan negara secara ekonomi, tetapi juga berpotensi menimbulkan ancaman serius terhadap keselamatan, kesehatan warga, dan pencemaran lingkungan.
“Ini bukan cuma soal pelanggaran hukum, tapi juga ancaman bagi keselamatan dan kesehatan warga sekitar. Aktivitas di lokasi tampak berjalan lancar, tanpa hambatan berarti dari pihak berwenang,” tegasnya.

Ancaman Hukuman dan Desakan Aparat
Penelusuran media di lokasi tersebut juga menemukan sejumlah indikasi kuat bahwa gudang itu digunakan untuk menampung bahan kimia dan BBM bersubsidi jenis solar.
Arif menegaskan bahwa praktik penimbunan BBM bersubsidi secara ilegal melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta diatur dalam Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Pelaku penimbunan BBM ilegal bisa diancam hukuman penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp60 miliar,” jelas Arif.
Melihat kondisi ini, ia mendesak Kapolda Banten dan Mabes Polri untuk segera turun tangan menindak tegas pelaku penimbunan.
“Kalau dibiarkan, masyarakat bisa curiga. Jangan sampai muncul dugaan ada pembiaran atau bahkan koordinasi antara pelaku dengan oknum aparat,” tandas Arif.
Kasus ini menambah panjang daftar dugaan pembiaran terhadap aktivitas ilegal di Banten. Masyarakat mendesak aparat penegak hukum segera bertindak demi menjaga keuangan negara dan kesejahteraan warga.
“Kami mohon Kapolda dan Mabes Polri segera bertindak dan memeriksa lokasi. Tangkap pelakunya sebelum kerugian makin besar,” pungkasnya














