Penabanten.com, Serang – Di balik angka-angka kredit dan dokumen polis asuransi, tersimpan kisah perjuangan seorang ahli waris yang tidak menyerah memperjuangkan hak almarhum keluarganya. Mukhlis, yang kini harus menanggung beban ganda—kehilangan orang terkasih sekaligus jeratan utang yang seharusnya telah dilunasi asuransi—menyatakan tekadnya untuk terus berjuang melalui jalur hukum.
Perjuangan Mukhlis menghadapi jalan terjal setelah gugatannya dalam perkara nomor 88/Pdt.G/2025/PN Srg dinyatakan tidak dapat diterima (NO) oleh Pengadilan Negeri Serang. Namun, putusan ini justru memperkuat tekadnya untuk mencari keadilan.
“Kami tidak akan menyerah. Kami akan mengajukan gugatan ulang karena dalam proses persidangan sebelumnya kami tidak melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat ini kami sedang mempersiapkan gugatan baru dengan melibatkan semua pihak yang seharusnya bertanggung jawab,” ujar Mukhlis dengan suara penuh harap, Rabu (3/12/2025).
Akar permasalahan ini dimulai dari penolakan klaim asuransi BRI Life yang seharusnya melunasi sisa kredit almarhum nasabah. Bayangkan situasi yang dihadapi keluarga ini: di tengah duka kehilangan kepala keluarga, mereka justru harus menghadapi tuntutan pelunasan kredit yang mencapai puluhan juta rupiah—padahal almarhum telah dengan tertib membayar premi asuransi setiap bulannya.
“Almarhum selalu taat membayar cicilan beserta premi asuransinya. Ia percaya bahwa jika suatu saat terjadi sesuatu pada dirinya, keluarga yang ditinggalkan tidak akan dibebani utang. Tetapi kenyataannya? Kami justru seperti dipermainkan oleh sistem yang seharusnya melindungi kami,” ungkap Mukhlis dengan nada getir.
Mukhlis menjelaskan bahwa pihak BRI Cilegon tidak dapat memproses klaim asuransi tersebut, namun hingga kini belum ada penjelasan yang memuaskan mengapa klaim tersebut ditolak. Apakah ada masalah dalam administrasi? Apakah ada klausul tersembunyi yang tidak dijelaskan saat penandatanganan perjanjian kredit? Atau ada permasalahan koordinasi antara bank dan perusahaan asuransi?
“Kewajiban perlindungan asuransi untuk melunasi sisa pinjaman seharusnya tetap berlaku sesuai perjanjian yang telah disepakati. Jika memang tidak terdapat perlindungan dari asuransi, kami meminta penjelasan yang jelas dan transparan dari BRI Cilegon. Kami berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi,” tegasnya.
Kisah Mukhlis bukan hanya soal angka dan dokumen legal. Ini adalah kisah tentang keluarga yang harus bertahan di tengah kehilangan. Seorang ibu yang kehilangan suami, anak-anak yang kehilangan ayah, dan kini mereka semua harus menanggung beban utang yang seharusnya tidak menjadi tanggung jawab mereka.
Setiap bulan, keluarga ini harus menyisihkan uang untuk membayar cicilan kredit—uang yang seharusnya bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, pendidikan anak-anak, atau bahkan untuk memulihkan diri dari kehilangan. Tekanan finansial ini memperparah luka emosional yang belum sembuh.
“Kami bukan orang kaya. Almarhum mengambil kredit untuk usaha agar bisa menghidupi keluarga dengan lebih baik. Ia juga dengan sadar mengambil asuransi sebagai bentuk tanggung jawabnya pada keluarga. Tapi sekarang, semua pengorbanannya seolah sia-sia,” kata Mukhlis.
Kasus ini mengangkat pertanyaan fundamental tentang perlindungan konsumen dalam industri jasa keuangan: Untuk apa premi asuransi dibayarkan setiap bulan jika pada saat dibutuhkan, klaim tersebut ditolak tanpa penjelasan yang memadai?
Dalam sistem perbankan yang sehat, asuransi kredit seharusnya memberikan ketenangan bagi nasabah dan keluarganya. Ini adalah jaring pengaman yang menjamin bahwa risiko kematian atau kecelakaan tidak akan mengakibatkan kehancuran finansial bagi keluarga yang ditinggalkan.
Namun, ketika sistem ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan akan terkikis. Berapa banyak keluarga lain yang mungkin mengalami nasib serupa namun tidak memiliki keberanian atau sumber daya untuk memperjuangkan haknya?
Mukhlis kini menaruh harapan besar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator dan pengawas industri jasa keuangan. Ia berharap OJK dapat turun tangan untuk memastikan bahwa hak-hak konsumen dilindungi dan lembaga keuangan menjalankan kewajibannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Kami berharap OJK tidak hanya menjadi lembaga yang ada di atas kertas. Kami membutuhkan mereka untuk benar-benar hadir dan memastikan keadilan bagi kami yang lemah ini. Kami hanya rakyat kecil yang mencari haknya,” ujarnya dengan penuh harap.
Ia juga mengimbau kepada BRI Cilegon untuk menunjukkan itikad baik dengan memberikan penjelasan yang transparan dan berkomitmen menyelesaikan permasalahan ini dengan adil. “Kami tidak meminta lebih dari hak kami. Kami hanya meminta apa yang seharusnya menjadi hak almarhum dan keluarga yang ditinggalkan.”
Meski menghadapi berbagai rintangan, Mukhlis bertekad untuk terus memperjuangkan keadilan. Ia menyadari bahwa jalan hukum yang akan ditempuh tidak mudah dan tidak murah. Namun, ia percaya bahwa keadilan harus ditegakkan, tidak hanya untuk keluarganya, tetapi juga untuk mencegah kasus serupa menimpa keluarga lain.
“Saya akan terus mengawal perkara ini sampai tuntas. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal keadilan dan penghormatan terhadap pengorbanan almarhum yang selama hidupnya selalu berusaha melindungi keluarganya,” tegasnya dengan mata berkaca-kaca.
Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak—lembaga keuangan, perusahaan asuransi, dan regulator—bahwa di balik setiap polis dan perjanjian kredit, ada kehidupan nyata manusia yang bergantung pada sistem tersebut. Ketika sistem itu gagal, dampaknya bukan hanya finansial, tetapi juga emosional dan sosial yang mendalam.
Berharap bahwa suara mereka akan didengar, perjuangan mereka akan dihargai, dan pada akhirnya, keadilan akan ditegakkan. Karena di negara yang menjunjung tinggi hukum dan keadilan, tidak seharusnya keluarga yang berduka justru harus berjuang sendiri melawan sistem yang seharusnya melindungi mereka.
Kasus ini masih dalam proses hukum dan membutuhkan perhatian serius dari semua pihak yang berwenang untuk memastikan bahwa hak-hak konsumen dilindungi dan sistem perlindungan asuransi berjalan sebagaimana mestinya.*
ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT















