PT. Mega Central Finance (MCF) di Gugat 14 milyar

0
810

Penabanten. Com, yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri (YLPK PERARI) DPD Batam, kembali menggugat Perusahaan pembiayaan PT. Mega Central Finance Cabang Batam Provinsi Kepulauan Riau.

Gugatan yang akan dihadiri di Pengadilan Negeri Batam tertanggal 31 Mei 2021 lalu dengan Nomor perkara : 167, 164, 163, 162, 161, 166, 168, /Pdt.G./2021/PN. Batam. Pada sidang kedua Pimpinan Sidang (Ketua Hakim) memerintahkan pihak tergugat agar menghadirkan Pemilik Perusahaan (Direksi) sesuai dengan Perma nomor 1 tahun 2016, “bahwa kewajiban di hadiri secara langsung Dangan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum kecuali kondisi kesehatan yang tidak mungkin hadir dengan di lampirkan surat keterangan dokter”…

Pasalnya RIS SUSANTO , Ketua DPD PERARI KEPRI (pengugat-red) mendaftarkan gugatan tersebut bahwa PT. Mega central Finance didalam perjanjian pembiayaan antara kreditur dan debitur telah mencantumkan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), dan Pasal 1331 KUHPerdata yang diharuskan perjanjian pembiayaan tersebut batal demi hukum.
Menurut Bung RIS (penggugat red)” ada sejarah saya di tahun 2019 lalu mobil nya ditarik paksa oleh Lesing tersebut tanpa toleransi, sampai viral dampak dari viralnya tindakan perampasan oleh debcolektor , bung RIS di panggil Krimsus Polda Kepri Nomor : B/991/X/RES.2.2/2019/Ditreskrimsus, tanggal 29 Oktober 2019, alih alih mencari perlindungan malah kerugian yang didapat dan Penyidik Polda kepri diduga tidak merujuk, UU no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, PP RI no 2 tahun 2003 pasal 5 ayat H “menjadi penagih piutang atau sebagai pelindung yang punya utang, Surat Edaran Kabareskrim Nomor : Pol B/2110/VII/2009/ Bareskrim Tertanggal 31 Agustus 2009 yang ditanda tangani Oleh Kepala Badan Reserse Kriminal (BARESKRIM) Polri, Komisaris Jendral Drs. Susno Duadji., S.H.,M.H.,M.Sc., Tentang Prosedur Penanganan kasus perlindungan konsumen., Surat ini memuat 2(dua) pokok yang harus diikuti oleh penyidik polri di seluruh Indonesia “. . Pelaporan yang dilakukan oleh Debitur atas ditariknya unit jaminan oleh lembaga pembiayaan (finance) ketika debitur itu wanprestasi, tidak boleh di proses oleh penyidik polri dengan pasal pasal pencurian, perampasan, dan lain sebagainya. dan mengabaikan Undang undang nomor 8 tahun 1999 , dan sangat bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Tanggal 06 Januari 2020 tentang debt collektor dan Lesing di ancam 3 pasal berlapis dan putusan ini final dan mengikat. Mahkamah konstitusi memutuskan, Lesing dan debt kolektor tidak dibenarkan menarik mengeksekusi kendaraan , rumah tanpa sebelum melalui putusan pengadilan.

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum,” kata RIS SUSANTO, kepada penabanten.co, Rabu (//21).

Dirinya berharap kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Batam yang memeriksa dan mengadili gugatan perbuatan melawan hukum tersebut akan memberikan putusan yang seadil-adilnya

“Saya berharap gugatan ini dapat memberikan kepastian hukum,” tandasnya.

Ditempat terpisah Ketua Umum YLPK PERARI Hefi Irawan, S.H., menegaskan, Undang Undang Fidusia adalah Undang Undang Ikutan dalam perjanjian pokok antara kreditur dan debitur, di dalam Pasal 62 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) menyebutkan:

Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17, ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e,, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000. (Dua milyar rupiah).

(red/maulana).

Tinggalkan Balasan