Penabamten.com Tangerang –
Ketegangan antara warga penghuni perumahan Cluster Taman Sepatan Grande dan pihak pengembang PT Bangun Guna Sukses (BGS) terus berlanjut, menyusul insiden keributan terkait pembongkaran speed bump (polisi tidur) beberapa waktu lalu.
Sejumlah warga yang terlibat dalam insiden tersebut mulai menyuarakan keluhan mereka. Salah satunya, Dodi warga cluster menyebut adanya dugaan intimidasi verbal dari pihak pengembang pasca keributan.
“Saya pastikan kalian yang terlibat dalam keributan masalah speed bump tidak akan betah dan keluar dari kompleks,” ujar Dodi menirukan pernyataan yang diduga diucapkan langsung oleh Jimi, Direktur PT BGS. Pernyataan tersebut, kata Dodi, turut dibenarkan oleh warga lainnya yang mendengar langsung di lokasi kejadian.
Tak hanya itu, Dodi juga mengungkapkan bahwa beberapa kartu akses milik warga yang terlibat dalam keributan tersebut kini telah diblokir oleh pihak pengelola. Padahal menurutnya, kewajiban pembayaran Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) selalu dipenuhi oleh warga.
“Kartu akses masuk kami diblokir, padahal kami tetap bayar IPL. Ini bentuk pembatasan yang tidak adil,” ungkapnya.
Ketua RW 06, Barak turut angkat bicara mengenai persoalan tersebut. Ia menyayangkan insiden yang terjadi hanya karena masalah speed bump, yang sejatinya dapat diselesaikan melalui musyawarah.
“Sebenarnya warga tidak menolak pembongkaran speed bump. Tapi kami menolak keputusan sepihak. Saat diajak komunikasi, pihak developer menolak. Ini yang memicu konflik,” kata Barak Kamis 31-07-2023, Malam
Lebih lanjut, Barak mengungkapkan kekecewaannya lantaran sikap developer yang tidak konsisten. Padahal sebelumnya sempat terjadi musyawarah bersama warga mengenai masalah tersebut.
Tak berhenti di situ, Bara juga menyoroti minimnya fasilitas umum (fasum) di kawasan cluster, khususnya sarana ibadah. Ia menjelaskan bahwa saat ini telah ada upaya pembangunan masjid di atas lahan wakaf seluas 500 meter persegi yang berada tepat di samping kompleks. Namun pembangunan itu kembali terkendala, karena akses masuk menuju lokasi masjid merupakan jalan milik PT BGS.
“Kami sangat menyayangkan pihak developer yang terkesan tidak mendukung pembangunan masjid. Ini tanah wakaf dari hamba Allah, dan sudah mulai tahap awal pembangunan. Tapi akses jalannya ditolak karena dianggap milik developer,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua RT 025, Pahlevi, turut memberikan tanggapan. Ia berharap persoalan yang sudah dilaporkan warga ke pihak berwajib terhadap Direktur PT BGS, Jimi, dapat diselesaikan secara kekeluargaan tanpa harus berlanjut ke meja persidangan.
“Harapan kami, penyelesaian bisa dilakukan secara damai dan kekeluargaan. Jangan sampai hubungan warga dan developer terus memburuk. Kita ini satu lingkungan, harusnya bisa bersinergi,” ujar Pahlevi.
Baik Barak maupun Pahlevi sepakat, konflik antara warga dan pengembang seharusnya tidak diperkeruh dengan sikap saling mengunci akses atau mengabaikan hak dasar warga, termasuk dalam hal ibadah dan akses lingkungan yang aman.
Situasi di Taman Sepatan Grande saat ini masih menyisakan ketegangan. Warga berharap, pihak pengembang dapat membuka ruang dialog, memperbaiki komunikasi, dan mengedepankan solusi yang saling menguntungkan demi terciptanya lingkungan yang harmonis.