Penabanten.com – Kota Tangerang, Kasus dugaan obat kadaluwarsa di Puskesmas Kunciran, Kecamatan Pinang berbuntut panjang. Pasalnya selain diduga Pukesmas Kunciran Lalai dan menyalahi standar operasional prosedur (SOP). Anggaran belanja obat di Puskesmas itu juga dipertanyakan.
Menurut Andi Lala warga Kunciran Indah, Kecamatan Pinang, bahwa pemberian obat yang sudah memasuki masa kadaluwarsa sangat beresiko. Pasalnya selain tidak menjamin mutu dan khasiat, pemberian obat itu juga dipaksakan. Karena pada dasarnya pasien yang datang ke Puskesmas berharap mendapat pelayanan yang terbaik untuk kesembuhan. Bukan sebaliknya keraguraguan.
“Kalau obatnya saja bikin ragu bagaimana dengan pelayanannya. Masyarakat harus mendapat pelayanan yang terbaik dan pasti, karena obat di Puskesmas itu dibeli dari uang rakyat. Mestinya obat yang sudah masuk masa kadaluwarsa janganlah diedarkan lagi, terus anggarannya kemana?” ujarnya, Senin (16/11/2020)
Melihat peristiwa itu, Andi meminta pihak terkait untuk mengaudit anggaran belanja obat yang ada di Puskesmas Kunciran. Pasalnya diketahui pada Bulan Oktober 2020 Dinas Kesehatan Kota Tangerang melalui UPT Puskesmas Kunciran menganggarkan belanja obat dan barang habis pakai sebesar Rp 470 juta.
“Ya, kami minta pihak terkait baik inspektorat atau aparat penegak hukum untuk memeriksa anggaran belanja obat di puskesmas.Jangan sampai ini disalahgunakan. Kami sebagai warga ingin pelayanan Puskesmas bisa dipercaya masyarakat hukan sebaliknya,”ujarnya.
Dihari yang sama, saat dikonfirmasi wartawan, Kepala Puskesmas Kunciran, dr.Taty Damayati mengaku kalau obat itu dibeli pihaknya sejak tahun 2018 melalui e-catalog. Tapi Taty tidak menyebutkan secara rinci jumlah dan anggaran. Sementara, ditanya terkait pemberian obat yang diduga kadaluwarsa oleh petugas Puskesmas Kunciran kepada pasien, Taty menyatakan kalau itu masih sesuai SOP.
“Obat itu yang membeli Puskesmas.Ya, e-catalog. Kalau tidak ada covid harusnya obat itu sudah habis,” pungkasnya singkat. Riska